1.
Buatlah
penggalan dialog saling berkesinambungan. Tentukan konteks dalam dialog
tersebut !
Perempuan 1,2,3
: (Salah seorang menggedong anak Tuan Malik yang baru lahir untuk
melaksanakan
upacara adat. Setelah selesai pelaksanaan upacara adat
mereka
tampak saling berbisik.
Istri Tuan malik : “Suster, bawa Tuan Muda kemarin.” (Setelah menerima dan
menggendong anaknya, ia membawa ke dekat suaminya
sambil
berkata “ Kanda, kelihatannya cahaya matanya seperti
wajahku.”
Tuan
Malik : “Tidak, anak ini anak
lelakiku, ia harus seperti aku.” (Menggalihkan
pembicaraan
kepada tamu yang hadir) “Saudara-saudara, pada hari ini
aku
telah melaksanakan salah satu nazarku setelah sekian lama aku
menunggu,
akhirnya diriku telahir kembali.”
Bujang
Selamat : “Nek, kenapa Tuan Malik
menyebut dirinya telahir kembali ?”
Nenek
Tijah : (Terkejut, serta-merta
latahnya muncul seketika) “Eh brojol ...eee
beranak, eh salah ... lahir. Tentulah begitu Bujang,
klau bukan karena
Tuan
Malik, manalah mungkin budak comel ‘itu lahir”.
Bujang
Selamat : “Ooooh ... jadi begitu ... ?
Tuan
Malik : “Bujang! Kau lihat
Bujang ..., sebagai orang yang beradat, aku telah
melaksanakan adat rasam negeri ini.“ (Kepada yang
hadir) “Saudara
saudara, saya pantas dianugerahi gelar ‘setia amanah
pemangku adat
resam’ yang harus Saudara-saudara junjung tinggi.
Ingat itu !”
Nenek
Tijah : “Mangade, bagaimana boleh
terjadi, sedang dia sendiri tak tahu adat ? liiih, marapek.”
Tuan
Malik : “Nene Tijah ...”
Nenek
Tijah : “Eh, saya Tuan, eh, Tuan
tak beradat, haaa ... kah, salah lagi, eh, adat
pemangku adat. A ... aa ... ada apan Tuan ?”
Tuan
Malik : “Karena Nenek yang
paling tahu seluk beluk negeri ini, aku
perinthkan
kepada nenek untuk mendatangkan tukang cerita
tradisional.”
Nenek
Tijah :
Eeeee, Lamud Tuan ?”
Tuan
Malik : “Apa pun itu namanya,
sekarang saya perlu tukang cerita tradisional
yang terbaik di negeri ini. Wazir , pergilah bersama
Nenek Tijah,
jemput ... siapa tadi ?
Bujang
Selamat : “Lamud, Tuan.”
Tuan
Malik : “Iya, panggil sekarang
juga.”
Wazir : “Ada petunuk lain, Tuan ?”
Nenek
Tijah dan : (Mohon diri keluar) “Kami mohon diri, Tuan.”
Wazir
Bujang
selamat : “Tuan, kalau boleh saya
tahu, untuk apa Tuan menggundang Lamu?
Kalau
hanya untuk hiburan Tuan bisa mengunadang artis-artis
ternama.”
Pada dialog ke 2
di atas “Kanda, kelihatannya
cahaya matanya seperti wajahku.” menujukan konteks bahwa, nya disini sama artinya menggambarkan
anak dari istri Tuan Malik , lalu kata yang ke dua (matanya) nya
disini menunjukan anak Tuan Malik. Kemudian, dalam kata (wajahku) ku yang artinya, menunjukan wajah
anaknya sama persis dengan istri Tuan Malik
Pada dialog ke 3
diatas, Tuan Malik berkata “Tidak, anak ini anak lelakiku, ia harus seperti aku.” dalam konteks ini menujukan
bahwa, (anak lelakiku) ku yang berarti menunjukan anak lelaki Tuan Malik,
kemudian (Aku) menunjukkan yaitu harus
seperti dengan Tuan Malik
2.
Buatlah
wacana deskriptif dan tentukan konteksnya !
Siang itu dina sedang duduk santai di sofa empuk di
dalam apotik miliknya yang baru saja
dibuka. Apotik ini adalah impiannya
sejak dia kuliah di Farmasi dulu.
Sekarang ia memenandangi puas pada usahanya selama ini. Ia bisa mendirikan apotik di kota kelahirannya. Apotik ini cukup luas, beberapa rak besar tempat obat-obatan
berjejer rapih dengan kemasan-kemasan obat warna-warni yang dikelompokan
menurut farmakologinya dan disusun alfabetis. Padang dia tertuju pada rak buku
di pojok ruangan yang berisi buku-buku tebal. Ia ambil satu buku yang
disampulkannya tertulis Informasi Spesialis Obat atau yang biasa disebut
kalangan Farmasi dengan buku ISO.
Wacana deskriptif diatas bahwa konteks ini menujukan
menggambarkan suasana yang ada apotik milik dina, sehingga nya pada kata miliknya tersebut menujukkan mengarah ke apotik itu
adalah milik dina. Lalu pada kalimat ke 4, kata pengganti ia adalah dina yang bisa mendidirikan apotik itu dan nya pada kata(kelahirannya) yaitu
artinya menunjukan ditempat kelahiran dina tinggal pertama kali. Jadi,dina bisa
mendirikan apotik di kota kelahiran dina.
Hymes mengemukakan komponen tutur dalam klasifikasi
yang ia usulkan dalam akronim SPEAKING,
di mana setiap huruf dalam akronim tersebut merupakan komponen-komponen yang
harus ada dalam komunikasi. Pada awal mulnya Hymes tidak mencetuskan teori tersebut dalam sebuah
akronim speaking, namun masih berupa
rincian-rincian yang terdiri dari 16 pon mengenai unsur dalam pembicaraan.
Kemudian Hymes melihat dari telaah psikologiis bahwa ingatan manusia hanya
mampu mengingat dengan baik antara kisaran tujuh plus
dua atau minus dua, sehingga keenam
belas pin tersebut disederhanakan dalam satu akronim yang dikenal dengan SPEAKING.
1.
S : (Situation),
terdiri atas setting dan scene, setting menunjukan pada waktu, tempat dan keadaan fisik tuturan
secara keseluruhan, Scene mengacu
pada keadaan psikologis pembicaraan.
Misalnya :
2.
P : (Partisipants),
mencakup dan pendengar.
Misalnya :
3.
E : (Ends),
meliputi maksud atau tujuan pertuturan.
Misalnya :
4.
A : (Act sequence), terdiri atas bentuk pesan dan
isi pesan
Misalnya : amanah
5.
K : (Key),
mengacu pada nada, cara atau semangat penyampaian pesan.
Misalnya :
6.
I : (Instrumentalittles),
menunjuk pada jalur bahasa yang digunakan didalam pembicaraan seperti lisan,
tulisan, melalui telegraf atau telpon dan bentuk tuturan seperti bahasa dan
dialek, kode untuk mengerak pada fungsi tertentu.
Misalnya :
7.
N : (Norms)
Norms, yaitu aturan dalam berinteraksi misalnya yang berhubungan dengan aturan
memberi tahu, memerintah, bertanya, meminta maaf , basa-basi, mengkritik dan
sejenisnya.
Misalnya :
8.
G : (Genres),
mencangkup jenis kegiatan.
Misalnya :
1.
Wakil
Karyawan : Selamat sore, Pak
2.
Wakil
Perusahaan : Selamat sore. Mari,
silakan duduk.
3.
Wakil
Karyawan : Ya, terima kasih
4.
Wakil
Perusahaan : Saya, Hadi Winoto,
wakil dari perusahaan.
Anda siapa ?
5.
Wakil
Karyawan : Saya Suparmin, yang
dipercaya teman-teman
untuk menemui
pimpinan.
6.
Wakil
Perusahaan : Sebenarnya, apa
yang terjadi?
Semua karyawan di perusahaan ini melakukkan
demonstrasi. Kalau begini caranya, perusahaan
bisa bangkrut dan karyawan bisa di-PHK.
7.
Wakil
Karyawan : Tidak ada apa-apa,
Pak. Kami hanya ingin
memperbaiki nasib dan hidup layak.
8.
Wakil
Perusahaan : Maksudnya ?
9.
Wakil
Karyawan : Ya, pasti Bapak
tahu. Kami, karyawan sudah
berkerja keras demi perusahaan. Tetapi, kami
merasa kurang mendapatkan imbalan yang
pantas. Kami tidak dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari hanya dengan uang
Rp2.000.000,00 sebulan. Paling tidak, kami
menerima upah sebesar Rp 3.000.000,00.
10. Wakil Perusahaan : Itu tidak
mungkin. Perusahaan sudah
menanggung beban terlalu berat. Listrik naik,
bahan bakar naik, dan biaya operasional lain
juga
naik. Kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) belum bisa naik sekarang.
11. Wakil Karyawan : Kalau begitu, kami tetap akan melakukkan aksi mogok
kerja sampai tuntunan kami dipenuhi
12. Wakil Perusahaan : Tidak boleh demikian. Kita harus mencari jalan
tengah
13. Wakil Karyawan : Lalu, bagaimana ?
14. Wakil Perusahaan : Saya akan mengusulkan kenaikan tersebut
kepada direksi. Perusahaan hanya mampu
menaikkan UMP sampai Rp 2.400.000,00.
Tidak lebih dari itu. Anda sendiri tahu bahwa
pada situasi global ini perusahaan mana pun
mengalami kesulitan.
15. Wakil Karyawan : Tidak bisa, Pak. Ini kota Jakarta, Pak. Semua
harus dibeli dengan uang. Ya, tolong
diusahkan
bagaimana caranya agar kami dapat hidup
layak. Paling tidak kami menerima gaji sebesar
Rp 2.800.000,00.
16. Wakil Perusahaan : Nanti saya akan mengusulkan ke direksi
sebesar Rp
2.600.000,00
17. Wakil Karyawan : Tapi, usahakan lebih, Pak. Kami akan bekerja
lebih keras lagi.
18. Wakil Perusahaan : Baiklah, akan saya coba. Tolong kendalikan
teman-teman
karyawan dan sampaikan kepada
mereka mulai
besok semua karyawan harus
masuk kerja kembali. Karyawan yang mogok
kerja akan kena sanksi.
19. Wakil Karyawan : Baik, Pak. Terima kasih. Boleh saya keluar ?
20. Wakil Perusahaan : Ya, silakan.
Selah
para
Thanks for reading & sharing adskproject
0 komentar:
Post a Comment